Toksilogi Logam Berat Tragedi Minamata
Kasus :
Pada
tanggal 21 April 1956, seorang anak perempuan berumur 5 tahun 11 bulan
diperiksa pada Bagian Anak Rumah Sakit Perusahaan Chisso. Gejala utamanya
bersifat neurologik, termasuk adanya kesulitan berjalan dan berbicara, serta
kejang-kejang. Pasien ini dikirim ke rumah sakit 2 hari kemudian, pada tanggal
23. Di hari yang sama ketika ia dikirim ke rumah sakit, adik perempuannya, 2
tahun 11 bulan, mulai mengalami kesulitan berjalan dan menggerakkan kakinya,
serta mengeluhkan nyeri pada lutut dan jari-jarinya. Ia kemudian dibawa ke
Bagian Anak pada tanggal 29, untuk pemeriksaan dengan gejala yang serupa dengan
kakaknya. Daerah di mana pasien ditemukan pertama kali berada di ujung sebuah
teluk kecil, di mana beberapa rumah berdiri berhimpit satu dengan yang lain.
Diperoleh fakta ternyata tidak hanya
kedua anak perempuan di atas yang mengalami gejala tersebut, tetapi tetangga
mereka juga mengalaminya, yang selanjutnya anggota keluarga yang lain jatuh
sakit satu demi satu, sehingga pada akhirnya semua anggota keluarga terjangkit
Penyakit Minamata. Penyakit Minamata ini mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai
tahun 1958. Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akitbat
penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa. Gejala-gejala sindrom Minamata ini seperti kesemutan pada kaki dantangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara
dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati.
Asal Mula Pencemaran Logam Berat Di Teluk
Minamata Jepang:
Penyakit pada
manusia akibat polusi lingkungan tak pernah mengalami penjangkitan bersama
secara tiba-tiba. Hal ini terjadi setelah mengalami perubahan-perubahan
berjangka waktu lama pada lingkungan. Hal ini bisa dikatakan terjadi pula pada
kasus Minamata. Di tempat ini, sekitar awal tahun 1925-1926, dampak pada
industri perikanan telah muncul. Saat ini sudah dapat dipastikan bahwa Chisso
(dulunya bernama Nitchitsu) merupakan sumber pencemarannya. Minamata disebut
sebagai ”kota istana” dari Chisso (Shin Nihon Chisso Hiryo Kabushiki Kaisha atau New Japan Nitrogenous Fertilizer,
Inc.). Pada tahun 1908, Nihon
Carbide Company didirikan.
Pada tahun yang sama, perusahaan itu mengadakan merger dengan Sogi Electric dan nama perusahaan itu berubah
menjadi Nihon Chisso Hiryo
Kabushiki Kaisha (Japan
Nitrogenous Fertilizer, Inc.).
Pada tahun
1909, perusahaan itu meraih sebuah hak paten untuk produksi pupuk nitrigenus dengan menggabungkan kalsium karbid
dengan nitrogen atmosferik, yang kemudian dikembangkan pada suatu perusahaan
elektrokimia dengan skala besar. Seiring dengan majunya industri kimia, Chisso
memperluas operasinya termasuk di dalamnya sintesis amonia, produksi kalsium
karbid dari asetilen, asetaldehida, dan asam asetat, produksi resin vinil
klorida dari asetilen, sintesis oktanol dari asetaldehida, dan banyak lagi,
sehingga pabrik Chisso Minamata merupakan yang paling maju di Jepang baik
sebelum maupun sesudah Perang Dunia II. Dengan demikian, polusi lingkungan
akibat pembuangan limbah yang tidak dapat dielakkan dari pabrik seperti itu,
memang juga memiliki riwayat panjang. Makanya, perusahaan tersebut menerima
sejumlah permintaan kompensasi dari kelompok nelayan sekitar tahun 1925 atau
1926. Agar tidak ada keluhan lebih lanjut yang bisa diajukan ke pengadilan,
Chisso membayar 1500 yen sebagai ”uang simpati”.
Pada tahun
1943, isu tentang dampaknya terhadap perikanan kembali dimunculkan dan membuat
perusahaan menandatangani kontrak kompensasi bersama kelompok nelayan. Bagian
utama dari perjanjian tersebut adalah pembayaran kompensasi sebesar 152.000 yen
atas kerusakan sebelumnya dan yang akan datang yang disebabkan oleh limbah
pembuangan dari pabrik, berbagai macam residu, dan sampah ke laut di mana
kelompok nelayan tersebut memiliki izin menangkap ikan.
Tingkat
pencemaran saat itu tidak diketahui, namun fakta bahwa tuntutan semacam itu
pernah ditujukan kepada Chisso, penguasa Minamata pada saat itu, memberi kepastian
bahwa kerusakan yang signifikan memang telah terjadi.
Setelah
perang, pada tahun 1949, Perhimpunan Nelayan Minamata dibentuk dan kelompok
yang lama dibubarkan. Begitu selesai dibentuk, kelompok baru itu kemudian
menjadikan isu dampak perikanan kembali terangkat ke permukaan, namun
perundingan kompensasi tidak menghasilkan keputusan dan masalah itu pun kembali
tenggelam. Para nelayan tahu bahwa saat itu semakin sulit untuk menangkap ikan
karena jaring mereka rusak akibat limbah karbid, dan bahwa kepah tak lagi
menempel pada badan perahu yang ditambatkan dekat saluran pembuangan limbah
pabrik, dan ikan tidak dapat hidup di dalam air dari Pelabuhan Hyakken. Meski
begitu, pihak perusahaan tidak mau mendengar mereka, dan berdalih bahwa
fakta-fakta tersebut tidak ilmiah dan tidak didukung oleh data-data. Namun
pengetahuan para nelayan yang berdasar dari pengalaman dan bukti-bukti
sebenarnya cukup ilmiah.
Selanjutnya,
pada tahun 1954 perusahaan meminta hak atas daerah Hachiman kepada kelompok
nelayan dalam rangka reklamasi lahan, kelompok nelayan meminta 500.000 yen per
tahun sebagai kompensasi atas kerusakan terhadap perikanan sebelumnya dan yang
akan datang. Perusahaan ini, walaupun mengakui bahwa memang telah terjadi
kerusakan terhadap perikanan (dalam bentuk kurangnya tangkapan), tetap
menegosiasikan ketentuan bahwa tidak ada tuntutan lebih lanjut, bahkan jika
terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Survei yang layak tentang kerusakan
tidak pernah dilaporkan keluar dan tidak membutuhkan adanya pembelaan. (http://jabrikyuwana.blogspot.com/2010/03/kasus-minamata.html)
Solusi Dari Tragedi Tersebut:
a.
Penutupan polutan dari sumber-sumber
Berkenaan
dengan tanaman Chisso Minamata Co, Ltd, melalui penyelesaian sistem sirkulasi
yang sempurna pada tahun 1966, air limbah yang mengandung senyawa methylmercury
tidak pernah diberhentikan di luar pabrik pada prinsipnya, dan sumber polutan
itu dihilangkan melalui penghentian produksi asetaldehida pada tahun 1968. In
the Agano River basin the process of producing acetaldehyde had already closed
before Minamata Disease was discovered. Di basin Sungai Agano proses produksi
asetaldehida sudah ditutup sebelum penyakit Minamata ditemukan.
b.
Pengendalian limbah
Pada tahun
1969, drainase dari limbah pabrik yang mengandung methylmercury ke Teluk
Minamata regutated. Pada tahun 1970, Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Air
diberlakukan, yang dipaksakan kontrol pembuangan limbah air di semua daerah di
Jepang, dalam hubungannya dengan zat-zat beracun, misalnya, merkuri dan
cadmium. Selanjutnya, konversi metode produksi soda menyarankan agar tanaman
yang mungkin pembuangan merkuri selain Showa Denko Chisso dan tanaman.
c.
Pemulihan lingkungan
Karena cukup
methylmercury tetap konsentrasi di bawah endapan dari air yang terkait dengan
daerah-daerah bahkan setelah pelepasan dari senyawa methylmercury dihentikan,
dalam rangka untuk menghilangkan endapan dasar ini, 1974-1990, Prefektur
Kumamoto dilakukan untuk menangani proyek dengan sekitar 1.500.000 kubik meter
dari bawah sedimen dari Teluk Minamata yang mengandung merkuri lebih dari
standar penghapusan (25ppm dari total merkuri) dengan cara pengerukan dan TPA,
dan untuk membuat 58ha. TPA, dengan total biaya 48 miliar yen (dari jumlah
total, perusahaan yang bertanggung jawab menanggung 30.5 miliar yen). Pada
tahun 1976, Prefektur Niigata dilakukan pengerukan dasar sungai sedimen yang
mengandung merkuri lebih dari standar penghapusan drainase di sekitar outlet
dari Showa Denko tanaman oleh beban perusahaan yang bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar