Senin, 25 Mei 2015

ULASAN TENTANG BEBERAPA KASUS PELANGGARAN STANDARISASI DI INDONESIA

Ulasan tentang beberapa kasus pelanggaran standarisasi di Indonesia berisi tentang tanggapan saya sebagai seorang calon sarjana teknik tentang bagaimana sebaiknya kita harus menyikapi masalah-masalah yang timbul dari kasus pelanggaran standarisasi serta bagaimana mengambil jalan tengah agar pihak yang dirugikan dan pihak yang merugikan dapat menyelesaikan masalah pelanggaran tersebut. Berikut merupakan contoh beberapa kasus pelanggaran standarisasi di Indonesia:
1. Kasus pelanggaran standarisasi SNI (Standar Nasional Indonesia).

JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menegaskan siap untuk menindak tegas produk-produk yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI). Hal itu dilakukan guna melindungi konsumen.
"Demi menjaga dan melindungi konsumen, kami akan menindak tegas setiap produk yang tak sesuai," kata Rachmat di Kemendag, Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Tindakan tegas tersebut, kata Gobel ke depannya akan melindungi konsumen mulai dari keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L).

Hasil pengawasan barang beredar di 2014 Kemendag memiliki komitmen dalam menjaga pasar dalam negeri untuk melindungi konsumen dari keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan 

Sekadar diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sepanjang tahun 2014 telah berhasil mengamankan produk yang tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) sebanyak 467 kasus.

Di mana, sepanjang 2014 ini untuk pelanggaran pada SNI ada 133 kasus, pada manual dan kartu garansi (MKG) ada 35 kasus, pelanggaran label ada 109 kasus, dan yang masih uji laboratorium 28 kasus.

Demi menjaga dan melindungi konsumen tindakan tegas terhadap produk-produk yang tidak sesuai dengan standar nasional indonesia (SNI) memang harus dilakukan, namun jika dilihat dari laporan sepanjang tahun 2014 untuk pelanggaran produk-produk yang tidak sesuai dengan SNI terdapat total 133 kasus yang ketahuan dan hingga saat ini (26/5/2015) masih saja ada oknum-oknum nakal yang berbuat curang terhadap produk-produk yang tidak sesuai dengan SNI, serta ada kalanya oknum yang telah mengantongi izin Standar Nasional Indonesia ikut berbuat curang, terbukti dari adanya kasus beras plastik baru-baru ini yang masih buming di dunia maya. Hal ini dapat terjadi karena adanya keinginan memperoleh keuntungan yang lebih dengan mengawetkan produk-produk yang akan dijual namun dengan bahan pengawet yang tidak sesuai dengan bahan pengawet untuk makanan, sehingga akan berdampak pada konsumen mulai dari keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L), maka sebaiknya untuk oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab berpikirlah berkali-kali dalam berbuat curang selain nantinya bisa di tindak tegas oleh Menteri Perdagangan (Mendag) serta pikirkanlah dampak yang akan diterima oleh konsumen.

2. Kasus pelanggaran standarisasi ISO 14001 tentang lingkungan.
Dikutip dari
http://www.posmetroprabu.com/2013/03/limbah-minyak-gold-water-cemari.html yang berisi:

OGAN ILIR, PP - Berbagai kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3) dari kegiatan penambangan minyak bumi yang terjadi di Indonesia memerlukan perhatian yang lebih serius. Kasus pencemaran seperti yang terjadi di Tarakan (Kalimantan Timur), Riau, Sorong (Papua), Indramayu serta terakhir kasus pencemaran di Bojonegoro (Jawa Timur) seharusnya menjadi catatan penting bagi para pengelola penambangan minyak akan pentingnya pengelolaan pencemaran minyak di Indonesia.Eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak bumi melibatkan juga aspek kegiatan yang beresiko menumpahkan minyak antara lain : 

Distribusi/pengangkutan minyak bumi dengan menggunakan moda transportasi air, transportasi darat, marine terminal/pelabuhan khusus minyak bumi, perpipaan dan eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai (floating production storage offloading, floading storage offloading) (Pertamina, 2005). Setiap tahun kebutuhan minyak bumi terus mengalami peningkatan seiring dengan tingginya kebutuhan energi sebagai akibat kemajuan teknologi dan kebutuhan hidup manusia, sehingga potensi pencemaran oleh minyak bumi juga meningkat.

Tumpahan minyak dan kebocoran pipa dalam jumlah tertentu dengan luas dan kondisi tertentu, apabila tidak dikendalikan atau ditanggulangi dengan cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya suatu malapetaka “pencemaran lingkungan oleh minyak” yaitu kualitas lingkungan tersebut turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Seperti tampak pada gambar dibawah ini, tumpahan minyak akibat kebocoran pipa di kawasan sumur bor Tanjung Miring Timur Kabupaten Ogan Ilir yang dikelola oleh Perusahaan Rekanan Pertamina Yakni PT.Gold Water masih dipandang sebelah mata oleh management perusahaan. Meski sudah tergolong pencemaran lingkungan, namun pihak perusahaan masih separuh hati memperbaiki kerusakan pipa yang mengakibatkan tanah terkontaminasi minyak dan merusak lingkungan serta menurunkan estetika. 

Kebocoran pipa tersebut berada sekitar 1 km sebelum Stasiun Pengumpul (SP) I desa Tangai Ogan Ilir. Tumpahan minyak mengalir ke saluran air tepi jalan yang bermuara langsung ke danau kecil dekat pipa bocor tersebut. Menurut informasi yang diperoleh Posmetro Prabu dari warga sekitar mengungkapkan bahwa kebocoran pipa sudah seminggu lalu terjadi sebelum berita ini diturunkan. Warga juga bingung kepada siapa harus mengadu karena akses informasi sangat sulit dijangkau. Mereka hanya bisa berharap kepada pihak perusahaan yang hampir setiap jam melintasi pipa bocor tersebut untuk melakukan perbaikan. Namun sudah seminggu lebih kebocoran pipa masih belum dilakukan perbaikan, ujar warga.

Padahal jika dicermati mendalam, pencemaran lingkungan oleh minyak telah menimbulkan masalah yang sangat serius. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa 0,5 – 0,75 ton minyak hilang untuk setiap 1000 ton minyak yang dihasilkan. Kehilangan tersebut terjadi selama proses produksi dan pengilangan sebesar 0,1 ton, selama pengangkutan sebanyak 0,1 ton dan kehilangan terbesar 0,4 ton terjadi selama penyimpanan. Kehilangan minyak ini menyebabkan terjadi pencemaran di lingkungan sekitarnya.

Tanah yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu PT.Gold Water diharapkan secepat mungkin dapat memperbaiki kerusakan pipa yang bocor untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan warga sekitar dan Indonesia pada umumnya. (PP/RED)

Meningkatnya kegiantan industri, memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dengan adanya limbah yang tergolong berbahaya dan beracun (B3). Hal tersebut harus diiringi dengan upaya pengendalian dampaknya memalui pengawasan terhadap industri yang melakukan aktifitas pembuangan limbah yang harus terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun warga sekitar dengan melakukan laporan kepada pihak berwenang terhadap dugaan pencemaran yang dilakukan oleh suatu industri, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin. Pengawasan ditujukan agar dapat diketahui sejauh mana ditaatinya ketentuan peraturan peundang-undangan yang mengatur lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan untuk melakukan usaha ataupun kegiatan industri. Limbah yang tergolong berbahaya dan beracun (B3) harus dikelola dengan baik oleh industri, karena lingkungan merupakan tempat tinggal manusia dan lingkungan juga menjadi sumber penghidupan bagi manusia serta manusiadapat memenuhi kebutuhannya dari lingkungan, sehingga dapat dikatakan manusia memanfaatkan segala potensi yang ada pada lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pencemaran terhadap lingkungan akan membahayakan tidak hanya bagi kelestarian lingkungan tetapi juga membahayakan manusia serta makhluk hidup lainnya, seperti yang terjadi di kabupaten ogan ilir tumpahan minyak dan kebocoran pipa dalam jumlah tertentu dengan luas dan kondisi tertentu yang dikelola PT. Gold Water, apabila tidak dikendalikan dengan cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya malapetaka yaitu pencemaran lingkungan oleh minyak, kesadaran manajemen PT. Gold Water amat sangat diharapkan warga agar tumpahan minyak tersebut tidak mencemari lingkungan hidup warga sekitar kabupaten ogan ilir, oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tepat oleh kita semua, termasuk kepedulian pemerintah terhadap nasib masyarakatnya yang tertimpa masalah pencemaran, sebagaimana undang-undang nomer 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pasal 1 angka 2 serta peraturan pemerintah no. 85 tahun 1999 tentang : perubahan atas peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar